BANJARMASIN – Bahasa Banjar Zaman Dahulu akan didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda, oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin. Melalui event Kongres Budaya Banjar. Pemko Banjarmasin bersama tokoh budaya, tokoh masyarakat dan generasi milenial Bumi Kayuh Baimbai, saat ini mencoba merumuskan tentang arah dan pengembangan Bahasa Banjar. Nantinya, rumusan tersebut akan mereka bawa ke Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, untuk diakui sebagai warisan budaya tak benda. Selain Bahasa Banjar. Tahun 2019 ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin juga telah mendaftarkan rumah lanting sebagai warisan budaya tak benda yang ada di Kalsel. Menurut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin Ikhsan Alhaq, saat ini banyak warga Banjar yang tinggal di kota berjuluk seribu sungai namun mulai melupakan tentang bahasa Banjar zaman dahulu. Melalui Kongres Budaya Banjar ini, jelasnya, hasil rumusan tentang bahasa Banjar zaman dahulu itu, selain dapat disebarluaskan oleh generasi muda melalui media on line, juga akan disampaikan kepada pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk didaftarkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda di Kalimantan Selatan. “Kami harapkan melalui kongres bahasa Banjar ini akan ada rumusan yang nantinya kita tindaklanjuti untuk disampaikan kepada pemerintah pusat, melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, agar terdaftar sebagai salah satu warisan budaya tak benda di Kalimantan Selatan,” katanya , Jumat (06/12).
Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina mengatakan, bahasa Banjar adalah bagian dari khasanah budaya yang ada di Kalsel. Untuk memperkaya Bahasa Banjar sebagai salah satu budaya Banjar, maka dibuatlah dalam bentuk sastra lisan dan tulisan. Tujuannya, agar tidak punah di muka bumi. Almarhum Prof Djabar Hapip, jelasnya, sudah pernah membuat kamus Bahasa Banjar. Kemudian dari UIN Antasari bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalsel juga telah menerbitkan Al-quran terjemah Bahasa Banjar. Bila dilihat dari aspek sastra lisan dan tulisan, terangnya, keberadaan bahasa Banjar masih terjaga keasliannya, terutama dalam bentuk sastra lisan seperti Madihin, Balamut, Mamanda, Pantun, Basair, dan Bapandung. “Saya bersyukur kita banyak memiliki penulis handal yang ikut melestarikan bahasa Banjar melalui tulisannya. Jadi tugas kitalah saat ini adalah menjaga dan memeliharanya,” ujarnya, saat menyampaikan sambutannya. Meskipun kongres bahasa Banjar ini baru pertama kali dilaksanakan oleh Pemko Banjarmasin, namun ia berharap semua pihak bisa mengapresiasinya, karena niat dari kegiatan ini sangat baik yakni, mengangkat bahasa Banjar ini supaya jangan sampai punah. “Oleh karena itu apakah yang hadir ini sudah mewakili atau belum, itu jangan dipersoalkan, tetapi dilihat motivasi kemudian keinginannya, cita-citanya untuk melestarikan Bahasa Banjar,” pungkasnya.
Kegiatan yang dilaksanakan di Ball Room Hotel Best Western Banjarmasin itu juga dirangkai dengan penyerahaan penghargaan dari Walikota Banjarmasin H Ibju Sina kepada delapan orang seniman dan budayawan Kota Banjarmasin. Mereka yang mendapatkan penghargaan tersebut adalah Syamsiar Seman (diwakilkan anak kandungnya), Michbah Thambrin, Dwi Kawang Yoedha SH, Hj Siti Nursiah SE, H Anang Syahrani, Drs Syaiful Anwar, Anang Kaderi, dan Nanang Tabrani.(humpro-bjm)
Posting Komentar