BANJARMASIN – Keinginan masyarakat Kota Banjarmasin untuk memiliki museum sendiri, tak lama lagi bakal benar-benar diwujudkan Pemko Banjarmasin. Saat ini, persiapan pembangunan museum khas kota berjuluk seribu sungai itu kini telah dilakukan Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin. Hal tersebut terungkap saat rapat yang dilaksanakan di Ruang Rapat Berintegrasi, Balai Kota Banjarmasin, Selasa (16/04).
Menurut Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin, Ihksan Alhaq, rencana pembangunan tempat bersejarah itu saat ini masuk dalam tahap penyusunan kerangka acuan yang akan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan Detail Enginering Desain (DED). “Rapat hari ini ingin mendapatkan masukan yang sebanyak-banyaknya buat nanti menyusun kerangka acuan kerja, yang nanti mewarnai di dalam DED,” ujarnya, saat memimpin rapat tersebut. Memang, lanjutnya, saat ini pihaknya telah mendapatkan masukan untuk rencana pembangunan museum tersebut. Karena itu ia berharap, nantinya semua peninggalan sejarah yang ada di Bumi Kayuh Baimbai bisa diketahui seluruh generasi kota ini. Menyinggung tentang desain dari gedung museum yang akan dibangun nanti, Ikhsan mengaku masih perlu mendapat masukan dari berbagai pihak. Hal untuk menyikapi bangunan rumah warga yang akan direnovasi menjadi museum. “Ini juga menjadi masukan kita, bagaimana kita menyikapi rumah tersebut, kalau untuk sebagai cagar budaya tentu kita akan pelajari lebih seksama lagi dan melihat juga sejarahnya,” katanya.
Untuk diketahui, dalam kegiatan pembebasan lahan kawasan Siring Teluk Kelayan beberapa waktu lalu, Pemko Banjarmasin memutuskan sebuah rumah bernomor 389, milik warga bernama H Basirun, tidak dirobohkan. Hal tersebut dikarenakan, rumah tersebut diperkirakan sudah berumur lebih dari seratus tahun, dan dinilai sangat cocok untuk dijadikan bangunan museum sejarah Kota Banjarmasin.
Tak hanya mengandalkan keunikan bangunannya saja, museum itu rencanannya juga akan dilengkapi dengan benda-benda pusaka. Dalam kunjungannya ke rumah tersebut pada 14 Februari 2018 lalu, Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina mengatakan, dengan dibuatnya museum Kota Banjarmasin, maka akan menguatkan status Kota Banjarmasin sebagai kota tua yang masuk dalam jaringan kota pusaka di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, orang nomor satu di Kota Banjarmasin ini juga menyatakan, melihat dari arsitekturnya keberadaan rumah tersebut sangat cocok untuk dijadikan museum. “Alhamdulillah kita dapat rumah ketika akan melakukan pembebasan lahan untuk pembuatan siring sungai,” katanya.
Selain arsitekturnya yang mencirikan rumah peninggalan bahari, di dalam rumah yang rata-rata terbuat dari kayu ulin itu juga ditemukan berbagai bentuk benda pusaka peninggalan H Basirun yang kini dirawat oleh anaknya. Untuk keberadaan benda pusaka tersebut, H Ibnu Sina ingin nantinya bisa mengisi setiap ruang di museum tersebut. “Benda pusaka yang ada di rumah ini pengelolaannya akan kita bicarakan dulu dengan pihak ahli warisnya. Kalau Pemko Banjarmasin sebenarnya sangat ingin mengelola benda-benda yang bernilai sejarah itu untuk koleksi dalam museum,” terangnya.
Selain dilengkapi dengan benda pusaka, rencana lain yang akan dibuat dalam museum yang rencananya akan diresmikan antara tahun 2019-2020 itu, adanya teknologi digital yang digunakan untuk memperjelas jejak sejarah Kota Banjarmasin. Dalam kegiatan rapat yang dihadiri jajaran Pemprov Kalsel, Pemko Banjarmasin dan instansi terkait itu, berbagai masukan untuk penggunaan bangunan rumah tersebut sebagai bagian dari museum kota bermunculan. “Kami melihat dari sisi bangunan kalau untuk museum tidak ada masalah. Tapi kalau kita bicara nilai historis, tidak ada nilai historisnya yang signifikan. Itu hanya mewakili arsitektur bangunan masa lalu,” ucap salah seorang peserta rapat. Artinya, jelasnya pria ini lagi, sejarah dan peristiwa yang terjadi atas keberadaan rumah tersebut tidak ada yang bisa diungkap. Lain halnya ketika berbicara tentang arsitekturnya, terangnya lagi, maka bisa dikatakan akan mewakili salah satu dari zamannya. “Jadi kalau misalnya dijadikan museum tidak ada persoalan, kemudian kalau itu dipertahankan bagian depan, misalnya paling tidak itu menggambarkan perjalanan seni bangunan di Banjar, kemudian kalau di belakangnya dibuat apa karena bukan cagar budaya tidak jadi persoalan juga karena ini museum,” cetusnya.
Bila museum itu tersebut ingin dijadikan sebagai museum sungai, bebernya, maka koleksi benda yang ada di dalamnya tidak hanya berbicara transportasi sungai saja, tetapi juga berbicara budaya dan kearifan loka sungai yang mewakili arah pikiran orang banjar, misalnya ada jukung, kemudian budaya kebiasaanyang berhubungan dengan sungai, lambang-lambang yang berhubungan dengan sungai. “Jadi kalau mau seperti itu, itulah museum sungai. Tergambar dalam simbol upacara-upacara sungai, artefak biasanya yang berhubungan dengan sungai, mungkin ada buaya atau ikan yang dipuja-puja waktu itu,” pungkasnya.(humpro-bjm)
Posting Komentar