Untuk Memberantas Korupsi
BANJARMASIN – Walikota Banjarmasin
H Ibnu Sina menyatakan dukungannya terhadap gerakan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal tersebut dikatakannya, usai mengikuti Pembahasan Draft Aksi Pencegahan Korupsi tahun 2019-2020. “Kita mendukung upaya pemberantsan korupsi di Indonesia dan berharap ini bisa dipahami oleh semua pihak dan APH di daerah,” ujarnya.
Kegiatan bertajuk Fokus Group Disscusion (FGD) itu dilaksanakan oleh KPK di Gedung KPK Lantai 16, Jakarta, Jumat (31/08).
H Ibnu hadir dalam kegiatan tersebut atas undangan FGD, dimana ia sebagai Ketua Komwil V Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Regional Kalimantan.
Selain mengundang seluruh pengurus APEKSI, KPK juga mengundang para pengurus APKASI dan APPSI Pemprov.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut dua orang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan dan Saut Situmorang, serta Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsih.
Basaria Panjaitan dalam paparannya menjelaskan tentang strategi nasional pencegahan korupsi.
Menurutnya, agar pemberantasan korupsi di Indonesia benar-benar berjalan efektif, maka ada 3 hal yang harus menjadi fokus prioritas perhatian semua pihak.
Pertama menyangkut tentang pelayanan perizinan dan tata niaga, hal ini dikarenakan dipelayanan tersebut terindikasi kasus suap yang terjadi mencapai 60 persen.
Kemudian diranah keuangan negara, dalam hal ini ada indikasi kobocoran anggaran pengadaan barang dan jasa mencapai 23 persen, dan peneggakan hukum untuk semua sisi, dimaksudkan agar lebih diperhatikan kesejahteraan aparaturnya dengan memberikan gaji yang layak. Caranya, dengan menghemat APBD sehingga bisa untuk menaikan Tunjungan Penghasilan Pegawai, kemudian harus ada sanksi jika melanggar kesepakatan Rencana Aksi Nasional (RAN) Koordinasi dan Suprevisi Pencegahan (Korsupgah).
Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa pencegahan adalah hal paling utama dibandingkan penindakan.
Strategi Nasional 2018 ini berbeda dengan yang sebelumnya di mana KPK masih berada di luar. “Seperti main tinju, kita wasitnya. Sekarang KPK ada di dalam. Bersama-sama dengan Bappenas, KSP, Kemendagri, dan KemenPanRB. Untuk itu kita ingin aksi Pencegahan ini tidak berhenti di perancanagan dan kesepakatan aksi pencegahan namun harus ada sanksi yang jelas jika tidak melaksanakan Aksi Pencegahan. Misalnya Sampai sekarang e-planning dan e-budgeting belum semua terlaksana. Nah sanksi yang paling mudah misalnya bagi yang belum ya jangan beri WTP," ucapnya.
Sementara itu, Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsih juga menegaskan, pelaksanaan aksi pencegahan tidak boleh berhenti pada laporan administrasi. “Apabila Stranas Pencegahan Korupsi ini tidak dilaksanakan maka kepala daerah dapat dikenakan sanksi Pasal 36 ayat 2 PP 12 Tahun 2017 mulai dari pembinaan khusus sampai pemberhentian,” tuturnya.
Hadir dalam pertemuan ini antara lain Walikota Tangerang Selatan, Walikota Parepare, Bupati Batang Hari, Bupati Pandeglang, Bupati Nias dan perwakilan pemerintah daerah lainnya.(humpro-bjm)
Hal tersebut dikatakannya, usai mengikuti Pembahasan Draft Aksi Pencegahan Korupsi tahun 2019-2020. “Kita mendukung upaya pemberantsan korupsi di Indonesia dan berharap ini bisa dipahami oleh semua pihak dan APH di daerah,” ujarnya.
Kegiatan bertajuk Fokus Group Disscusion (FGD) itu dilaksanakan oleh KPK di Gedung KPK Lantai 16, Jakarta, Jumat (31/08).
H Ibnu hadir dalam kegiatan tersebut atas undangan FGD, dimana ia sebagai Ketua Komwil V Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Regional Kalimantan.
Selain mengundang seluruh pengurus APEKSI, KPK juga mengundang para pengurus APKASI dan APPSI Pemprov.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut dua orang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan dan Saut Situmorang, serta Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsih.
Basaria Panjaitan dalam paparannya menjelaskan tentang strategi nasional pencegahan korupsi.
Menurutnya, agar pemberantasan korupsi di Indonesia benar-benar berjalan efektif, maka ada 3 hal yang harus menjadi fokus prioritas perhatian semua pihak.
Pertama menyangkut tentang pelayanan perizinan dan tata niaga, hal ini dikarenakan dipelayanan tersebut terindikasi kasus suap yang terjadi mencapai 60 persen.
Kemudian diranah keuangan negara, dalam hal ini ada indikasi kobocoran anggaran pengadaan barang dan jasa mencapai 23 persen, dan peneggakan hukum untuk semua sisi, dimaksudkan agar lebih diperhatikan kesejahteraan aparaturnya dengan memberikan gaji yang layak. Caranya, dengan menghemat APBD sehingga bisa untuk menaikan Tunjungan Penghasilan Pegawai, kemudian harus ada sanksi jika melanggar kesepakatan Rencana Aksi Nasional (RAN) Koordinasi dan Suprevisi Pencegahan (Korsupgah).
Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa pencegahan adalah hal paling utama dibandingkan penindakan.
Strategi Nasional 2018 ini berbeda dengan yang sebelumnya di mana KPK masih berada di luar. “Seperti main tinju, kita wasitnya. Sekarang KPK ada di dalam. Bersama-sama dengan Bappenas, KSP, Kemendagri, dan KemenPanRB. Untuk itu kita ingin aksi Pencegahan ini tidak berhenti di perancanagan dan kesepakatan aksi pencegahan namun harus ada sanksi yang jelas jika tidak melaksanakan Aksi Pencegahan. Misalnya Sampai sekarang e-planning dan e-budgeting belum semua terlaksana. Nah sanksi yang paling mudah misalnya bagi yang belum ya jangan beri WTP," ucapnya.
Sementara itu, Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsih juga menegaskan, pelaksanaan aksi pencegahan tidak boleh berhenti pada laporan administrasi. “Apabila Stranas Pencegahan Korupsi ini tidak dilaksanakan maka kepala daerah dapat dikenakan sanksi Pasal 36 ayat 2 PP 12 Tahun 2017 mulai dari pembinaan khusus sampai pemberhentian,” tuturnya.
Hadir dalam pertemuan ini antara lain Walikota Tangerang Selatan, Walikota Parepare, Bupati Batang Hari, Bupati Pandeglang, Bupati Nias dan perwakilan pemerintah daerah lainnya.(humpro-bjm)
Posting Komentar